Desa Temajuk adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Desa ini merupakan daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Permasalahan yang sering timbul di daerah tersebut ialah sangat terbatasnya sarana dan prasarana masyarakat untuk menunjang proses kehidupan. Keterbatasan ini mencakup tiga sektor utama, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pangan. Padahal, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 telah mengatur tentang pemenuhan hak-hak masyarakat yang meliput hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob).
Keterbatasan pemerintah dalam pemenuhan hak ekosob itulah yang menarik perhatian Endri, Fardi Prabowo Jati, Rayvo Rahmatullah, dan Dian Widyaningrum. Sehingga, mahasiswa Fakultas Hukum UGM yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Sosio Humaniora (PKM-PSH) ini mengangkat judul tersebut dalam proposal PKM nya.
Endri mengatakan bahwa pengangkatan judul ini juga terinspirasi dari kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang pernah ia lakukan di desa tersebut beberapa waktu lalu. “Kebetulan saya KKN di temajuk dan karena saya anak hukum jadi cukup dekat dengan isu sosial seperti itu. Kemudian, saya ngobrol dengan Bu Mahaarum Kusuma Pertiwi S.H., M.A., M.Phil., akrab disapa Bu Arum, terkait berbagai macam isu perbatasan. Berawal dari situlah kemudian kami mengangkat judul ini dan dibimbing oleh Bu Arum sebagai dosen pendamping”, cerita pria kelahiran Aceh tersebut.
Mahasiswa angkatan 2012 itu juga menjelaskan mengenai keadaan pangan, kesehatan, dan pendidikan di desa tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endri dan tim selama sepuluh hari, Mereka melihat ada 3 hal yang sangat mempengaruhi kurangnya kesejahteraan warga Desa Temajuk. Beberapa hal tersebut ialah akses jalan yang sulit dilalui, sumber daya listrik yang hanya dapat digunakan pada malam hari, dan keterbatasan sinyal untuk memperoleh informasi.
Namun, ketika tim ini mewawancari 50 orang tokoh di desa tersebut, sebagian besar dari mereka menganggap bahwa kehidupan mereka sudah sejahtera. Mereka dapat menyebutkan segala kekurangan yang ada di desanya, tetapi mereka tetap merasa bahwa itu hal yang wajar dan hidup mereka tetap bisa berjalan dengan baik. Hal inilah yang disebut dengan pandangan “kesejahteraan subjektif”.
Ketika ditanyai mengenai ketahanan nasional, beberapa warga Desa Temajuk mengatakan bahwa mereka nyaman menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu, mereka juga mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Apalagi, tahun ini telah dibangun Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Tetapi, ada pula warga yang mengatakan jika perhatian pemerintah tidak bergerak maju maka tidak ada salahnya bagi mereka untuk bergabung dengan negara tetangga.
Tim PKM-PSH yang diketuai oleh Fardi Prabowo Jati ini berharap penelitian yang telah mereka lakukan dapat dijadikan pedoman maupun bahan pertimpangan bagi pemerintah dalam membangun konsepsi untuk pembangunan Desa Temajuk. (Fitri)